Apel Hendrawan Rayakan Usia 50 Tahun dengan Pameran Retrospektif dan Buku Biografi

3 hours ago 1
ARTICLE AD BOX
Selain menampilkan karya seni, pameran ini juga menjadi momen peluncuran buku biografi visual 50 Years, A Journey. Apel Hendrawan, yang mendokumentasikan perjalanan kreatif dan spiritual sang seniman. Pameran ini merupakan hasil kolaborasi Apel Hendrawan dengan Sawidji Studio & Gallery.

“Ini bukan sekadar perayaan seni atau usia, melainkan kesaksian hidup saya sebagai seniman yang pernah jatuh dan bangkit lewat jalan spiritual dan proses penciptaan seni,” ujar Apel dalam konferensi pers di Sanur Ink Tattoo Studio, Sabtu (17/5).

Seniman Apel Hendrawan bersama rekan penulis dan kolaborator pameran saat acara konferensi pers di Sanur ink tattoo studio, Jalan Danau tamblingan 212, Semawang, Sanur, Sabtu (17/5).-ADI PUTRA

Apel dikenal sebagai pelukis, seniman tato, dan juga pemangku di lingkungan Banjar Dangin Peken Intaran, Sanur. Ia lahir pada 29 Mei 1974 dan menempuh jalan hidup yang tidak biasa. Pernah terjerumus dalam dunia narkoba hingga sempat dirawat di Rumah Sakit Jiwa Bangli selama dua bulan akibat overdosis amphetamine, Apel kemudian menemukan kembali jati dirinya melalui seni.

“Proses berkesenian bagi saya seperti menguliti diri hingga menemukan isi terdalam dari pikiran. Itulah kemurnian dan kekekalan hasil dari usaha,” ucap Apel.


Pameran 50 Years, A Journey menampilkan karya-karya yang mencerminkan pergulatan batin dan proses penyembuhan Apel. Gaya lukisannya menggabungkan romantisme Eropa ala Turner dengan elemen sakral Bali seperti modre, mitologi lokal, dan abu vulkanik. Salah satu karya yang paling mencolok adalah lukisan yang menggunakan abu Gunung Semeru sebagai medium simbolik.

Dian Dewi Reich, seniman sekaligus pendiri Sawidji Studio, menyebut karya Apel melampaui tren pasar. “Karya Hendrawan berada di luar norma, menggabungkan estetika kontemporer dan spiritualitas Bali secara otentik,” ujarnya.


Buku 50 Years, A Journey setebal 220 halaman itu berisi narasi biografi, refleksi pribadi, puisi visual, esai budaya, dan dokumentasi karya Apel. Buku ini ditulis oleh sejumlah kontributor seperti Arif Bagus Prasetyo, Wayan Westa, Richard Horstman, dan Dian Dewi Reich, dan hadir dalam dua versi: edisi terbatas hardcover dan softcover standar.

Arif Bagus Prasetyo, salah satu penulis buku, menyebut Apel sebagai representasi DNA Sanur yang terdiri dari spiritualitas, seni, dan pariwisata. “Apel adalah seniman, rohaniwan, dan juga pelaku industri kreatif pariwisata lewat seni tato,” katanya.

Dalam analisisnya, Arif menyoroti tiga tema besar dalam karya Apel, yakni alam, manusia, dan spiritualitas. Ia juga menemukan pengaruh visual dari seni tato dalam lukisan Apel, seperti modre dan mandala, yang memperkaya kekuatan simbolik karya-karyanya.

Sejak muda, Apel telah menunjukkan bakat melukis dan membuat tato. Ia putus sekolah sejak SMP dan menjalani hidup sebagai remaja jalanan. Meski sempat terpuruk karena narkoba, ia bangkit dan mendirikan Galeri 10 Fine Art pada 2004. Ia juga pernah tampil dalam Pameran Tunggal APEC 2013 dan menerbitkan buku Resurrection.

Kini, di usia 50 tahun, Apel tidak hanya dikenal sebagai seniman, tetapi juga sebagai pemangku yang menjalani peran spiritual yang diwariskan keluarganya. Melalui pameran dan buku ini, ia mengajak publik untuk kembali menemukan nilai kejujuran, proses, dan kemurnian dalam berkesenian. *t

Read Entire Article