ARTICLE AD BOX
GIANYAR, NusaBali
Perilaku merokok pada anak dan remaja di Bali memprihatinkan. Terjadi peningkatan prevalensi perokok anak dan remaja setiap tahunnya. Bahkan ada bocah 10 tahun sudah merokok. Anggota Udayana Center, Ni Made Dian Kurniasari SKM MPH mengungkapkan, berdasarkan Riskesdas 2018 ada 1,34% perokok pada kelompok usia 10-14 tahun dan 15,21% perokok remaja kelompok usia 15-19 tahun di Bali. Saat masalah rokok belum selesai, anak dan remaja di Bali menghadapi masalah baru yakni pengguna rokok elektronik atau vape.
“Pengguna rokok elektrik di Bali usia 15-19 tahun lebih tinggi yakni 20,33% daripada kelompok usia 20-24 tahun,” ungkap Dian dalam rapat koordinasi lintas sektor Program Pengendalian Dampak Tembakau di Ruang Sidang I Kantor Bupati Gianyar, Kamis (6/3). Perilaku merokok pada anak dan remaja sangat memprihatinkan karena berpengaruh pada penurunan konsentrasi dan kemampuan belajar serta mengganggu kecerdasan sehingga prestasi belajar menurun. Dalam hal pengendalian, diperlukan upaya peningkatan implementasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) terutama di sekolah dan universitas, tempat pelayanan kesehatan, tempat bermain anak, tempat ibadah, angkutan umum, perkantoran, pusat perbelanjaan dan tempat umum lainnya. “Sidak dan tipiring Perda KTR harus ditegakkan agar menimbulkan efek jera,” ujar Dian.
Kadis Kesehatan Provinsi Bali Dr dr I Nyoman Gede Anom MKes menyampaikan hal senada. Perilaku merokok, khususnya remaja cenderung meningkat setiap tahunnya. Dinkes Bali telah menjalankan sejumlah program terkait upaya pengendalian dampak rokok, termasuk melibatkan lintas sektoral untuk bersama-sama membatasi orang merokok. “Kami tentu sangat khawatir. Diperlukan partisipasi aktif dari tokoh adat untuk ikut bantu kami di bidang kesehatan untuk mengendalikan tembakau ini,” harapnya.
Anom mengatakan, sanksi adat di Bali cenderung lebih kuat memberikan efek jera kepada pelanggar. Salah satu contoh sederhana misalnya, tidak menyuguhkan rokok dalam kegiatan keagamaan maupun kemasyarakatan di Bali. Dinkes Bali tetap berkoordinasi dengan Satpol PP selaku penegak Perda. “Kalau sudah KTR, Satpol PP bisa melakukan sidak. Kami harap lebih gencar dilakukan,” jelasnya.
Bupati Gianyar dalam sambutan yang disampaikan Plt Asisten II Setda Gianyar Anak Agung Suryadiputra menyambut baik rapat koordinasi lintas sektor program pengendalian dampak tembakau dengan dukungan Dinas Kesehatan Provinsi Bali dan Udayana Center. Harapannya, rapat lintas sektor ini lebih mampu melindungi masyarakat Kabupaten Gianyar khususnya dari bahaya paparan asap rokok. Secara nasional berdasarkan data Kemenkes RI 2024 diperkirakan ada lebih dari 230.000 orang meninggal per tahun akibat kebiasaan merokok. Berdasarkan survei kesehatan Indonesia (SKI) 2023, jumlah perokok aktif di Indonesia diperkirakan mencapai 70 juta orang.
Terjadi peningkatan prevalensi perokok remaja aktif di Indonesia dari 18,8% pada Tahun 2019 menjadi 22,04% pada Tahun 2023. Sebesar 7,4% di antaranya merupakan remaja usia 10-18 tahun. Suryadiputra mengatakan, asap rokok membahayakan kesehatan terhadap perokoknya maupun perokok pasif yang terpapar asap rokok. Maka dari itu, aktivitas merokok khususnya pada remaja sebagai pemula perlu diperhatikan dan lakukan pencegahan, mengingat dampak utamanya menyangkut kesehatan jiwa mereka seperti kecanduan dan juga pintu masuk penyalahgunaan narkotika. Kabupaten Gianyar sudah memiliki Perda Nomor 7 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan Peraturan Bupati Nomor 62 Tahun 2014 tentang pelaksanaan KTR di Kabupaten Gianyar. Dalam implementasinya, Gianyar juga memperoleh apresiasi penghargaan dalam pengembangan kebijakan pengendalian tembakau di tingkat kabupaten yang diberikan pada Bali High Level Meeting for Healthy Cities pada Juni 2024 di Denpasar.
Ketua PHDI Kabupaten Gianyar, I Wayan Ardana mengatakan pengendalian dampak rokok dari segi aturan sudah bagus. Namun penegakan KTR belum maksimal. “Aturan ada, penegakan masih lemah. Lihat dampaknya sangat mengerikan, tapi menghentikan seseorang untuk tidak merokok sangat sulit,” ungkap Ardana. PHDI Gianyar mengusulkan dalam kegiatan adat keagamaan tidak menyodorkan rokok pada tamu. “Kadang orang ngayah, bendesa sajikan rokok pada sekaa gong. Kalau ingin mengendalikan dampak rokok, kita harus disiplin,” tegasnya.
Ardana juga mengusulkan agar tindak pidana ringan (tipiring) KTR bisa sidang di tempat, tanpa harus ke Pengadilan Negeri. “Pemerintah harus tegas, berani tegakkan hukum. Kalau mau, tipiring lakukan di tempat. Ajak hakim, jaksa, penyidik turun,” saran Ardana. 7 nvi