ARTICLE AD BOX
DENPASAR, NusaBali
Ketua Forum Komunikasi Desa Wisata (Forkom Dewi) Bali, I Made Mendra Astawa, menanggapi wacana Gubernur Bali Wayan Koster yang berencana mengganti nomenklatur Desa Wisata menjadi Desa Budaya. Mendra khawatir perubahan nomenklatur tidak sinkron dengan program desa wisata Pemerintah Pusat, hingga anggaran dari pusat berpotensi tersendat.
Mendra mengatakan dalam konsep desa wisata sudah termaktub tiga pilar, yakni ekonomi, alam, dan budaya. Menurutnya, pariwisata Bali telah disepakati berbasis budaya, sehingga dalam desa wisata pun budaya Bali mendapat tempat paling utama.
“Tidak perlu diubah nomenklaturnya (desa wisata), ketika diubah nomenklaturnya kita nggak akan ketemu bantuannya nanti dari pusat (Kementerian Pariwisata),” ujar Mendra ditemui di Kantor Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Denpasar, Kamis (6/3).
Saat ini di Bali terdata 240 desa wisata dan terus mengalami kenaikan jumlahnya setiap tahun. Mendra mengatakan untuk menjalankan desa wisata diperlukan anggaran. Salah satu anggaran tersebut didapatkan dari Pemerintah Pusat.
Kata Mendra, jika desa wisata di Bali diubah nomenklaturnya menjadi desa budaya, maka kemungkinan desa budaya ini nanti akan menjadi naungan Kementerian Kebudayaan.
Meski demikian, Mendra menyerahkan sepenuhnya kebijakan kepada Pemerintah Provinsi Bali mengingat Forkom Dewi Bali berada di bawah naungan Pemerintah Daerah.
Mendra menekankan, tantangan desa wisata saat ini justru pada sumber daya manusia (SDM) desa yang banyak lari ke luar desa bahkan luar negeri. Dia meminta pemerintah terus memberikan dukungan agar lapangan kerja layak tersedia di desa-desa sehingga para pemudanya tidak mencari penghidupan jauh di luar desa mereka.
Menurutnya, dukungan terhadap desa wisata adalah salah satu solusi menciptakan lapangan kerja di desa-desa di Bali. “Sehingga mereka akan betah di desa, melindungi desa, dan tentu budaya kita,” jelas Mendra.
Gubernur Bali Wayan Koster sebelumnya menyampaikan akan melakukan perubahan nomenklatur desa wisata menjadi desa budaya begitu usai dilantik.
Perubahan nomenklatur itu bukan sekadar perubahan nama, namun perubahan itu diharapkan memberikan perspektif yang lebih tepat dalam memberdayakan desa di Bali sebagai destinasi wisata berbasis budaya.
Koster khawatir nomenklatur desa wisata lama kelamaan akan menyebabkan pragmatisme yang berujung budaya sebagai dasar pariwisata di Bali termasuk desa, justru terlupakan dan ditinggal.
Menurutnya, tanpa budaya, Bali akan kesulitan bersaing sebagai destinasi wisata kelas atas dunia. Karena itu perubahan nomenklatur desa wisata menjadi desa budaya diharapkan menjaga karakter dan identitas Bali, sehingga budaya Bali pun akan semakin maju.
“Itulah yang menjadi daya tarik. Kalau (budaya) itu terjaga dengan baik, otomatis tanpa disebut desa wisata, daerah desa yang dikunjungi oleh wisatawan menjadi destinasi wisata,” ujar Gubernur Koster. 7adi.