ARTICLE AD BOX
Menteri Diktisaintek Brian Yuliarto menyebutkan, pihaknya mencermati kemungkinan terburuk dari kebijakan tersebut, termasuk potensi pemulangan mahasiswa internasional dari AS, yang dapat berdampak pada pelajar Indonesia.
“Oh iya, ini langkah antisipasi. Jadi kita sedang mengantisipasi kalau itu benar-benar terjadi,” ujar Brian saat ditemui di Gedung Rektorat ITB, Bandung, Kamis (29/5).
Menurut Brian, sejumlah opsi telah disiapkan, di antaranya mengalihkan negara tujuan beasiswa atau membuka peluang bagi mahasiswa untuk melanjutkan studi di dalam negeri. Kementerian juga berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri serta lembaga penyedia beasiswa seperti LPDP.
“Intinya supaya adik-adik mahasiswa kita tidak telantar. Kalau kebijakan itu benar terjadi, kita sudah siap dengan alternatif,” tegasnya.
Di tempat yang sama, Rektor ITB Prof Tatacipta Dirgantara menyatakan kesiapan kampusnya menerima mahasiswa Indonesia yang terdampak kebijakan tersebut. ITB, kata dia, memiliki prosedur jelas untuk mahasiswa pindahan dan pengalaman serupa pernah terjadi pasca krisis global tahun 1998.
“Pada 2001 misalnya, ada mahasiswa S3 di AS yang pulang karena kondisi geopolitik dan tidak bisa kembali ke sana. Mereka menyelesaikan studi di ITB. Jadi ini bukan hal baru,” ungkap Tatacipta.
Senada dengan itu, Rektor Universitas Prasetiya Mulya Dr Hassan Wirajuda mengatakan kampus swasta juga siap menampung mahasiswa yang terdampak. “Banyak mahasiswa kami juga disponsori negara lewat LPDP, jadi kami akan menyesuaikan kebijakan pemerintah,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Diktisaintek Stella Christie mengimbau mahasiswa Indonesia di AS yang memegang visa pelajar kategori F, M, dan J agar tidak melakukan perjalanan ke luar wilayah AS hingga ada kepastian lebih lanjut.
“Kami akan ambil langkah strategis untuk keberlanjutan studi mereka, termasuk menjajaki perguruan tinggi unggulan di negara lain maupun dalam negeri,” ujarnya melalui pernyataan resmi.
Sebelumnya, pemerintahan Presiden AS Donald Trump menginstruksikan penghentian sementara proses wawancara visa pelajar. Kebijakan ini disebut-sebut bertujuan memperketat pemeriksaan media sosial pelamar untuk mendeteksi potensi dukungan terhadap aktivitas yang dikategorikan sebagai terorisme.
Langkah ini memicu kekhawatiran di kalangan mahasiswa internasional, terlebih setelah Universitas Harvard dilaporkan dilarang menerima pelajar asing baru. Kebijakan tersebut juga dikaitkan dengan meningkatnya aksi protes pro-Palestina di sejumlah kampus AS yang ditanggapi represif oleh aparat. *ant