ARTICLE AD BOX
“Memang ada dua kata yaitu lebian munyi. Penggunaan kata itulah yang kemudian dipermasalahkan,” kata Niluh di Kantor DPD RI Provinsi Bali, Jalan Cok Agung Tresna Nomor 74, Niti Mandala, Denpasar, Jumat (7/3/2025).
Hal ini disampaikan usai menerima Ketua BK DPD RI Ismeth Abdullah dan anggota untuk memverifikasi aduan yang dilayangkan Togar Situmorang dan Axl Mattew Situmorang. Salah satu yang dipermasalahkan adalah diksi yang dipakai Niluh saat silang pendapat soal syarat KTP Bali untuk driver online di Bali.
Niluh Djelantik menilai tidak ada yang salah dengan penggunaan diksi tersebut. Diksi yang sudah biasa digunakan di Bali untuk mendeskripsikan orang yang banyak bicara. Di tanah kelahiran Niluh yakni Buleleng, diksi ini disebut tergolong alus karena versi aslinya adalah ‘lebian peta.’
“Seseorang yang mengaku sebagai anaknya membuat video YouTube. Bahwa, bahasa yang digunakan Niluh Djelantik adalah sangat kampungan, dua kata tersebut, lebian munyi, yang diakui jutaan masyarakat Bali. Lebian munyi ini tidak sama dengan banyak bacot,” jelas Niluh.
Kata Niluh, ‘bacot’ artinya banyak cocot (Bahasa Jawa: mulut) yang dianggap sangat kasar olehnya. Sedangkan, ‘munyi’ dalam Bahasa Bali, kata dia, artinya bunyi atau suara dan lumrah dipakai mendeskripsikan suara atau bunyi makhluk hidup maupun benda.
“Eh ada bunyi pulpen jatuh. Munyi itu suara, bunyi. Lebian (kebanyakan) munyi bukan banyak bacot. Kemudian melebar, saya yang dibilang banyak bacot, bahasa kami dibilang kampungan,” ungkap Niluh.
Lanjut Niluh, lebian munyi ini sudah sangat lumrah didengar orang Bali. Kata dia, orang Bali dalam arti bukan suku Bali saja, tetapi orang dari berbagai latar belakang suku bangsa yang tinggal dan besar di Bali seharusnya memahami sedikit banyak istilah Bahasa Bali. *rat
Hal ini disampaikan usai menerima Ketua BK DPD RI Ismeth Abdullah dan anggota untuk memverifikasi aduan yang dilayangkan Togar Situmorang dan Axl Mattew Situmorang. Salah satu yang dipermasalahkan adalah diksi yang dipakai Niluh saat silang pendapat soal syarat KTP Bali untuk driver online di Bali.
Niluh Djelantik menilai tidak ada yang salah dengan penggunaan diksi tersebut. Diksi yang sudah biasa digunakan di Bali untuk mendeskripsikan orang yang banyak bicara. Di tanah kelahiran Niluh yakni Buleleng, diksi ini disebut tergolong alus karena versi aslinya adalah ‘lebian peta.’
“Seseorang yang mengaku sebagai anaknya membuat video YouTube. Bahwa, bahasa yang digunakan Niluh Djelantik adalah sangat kampungan, dua kata tersebut, lebian munyi, yang diakui jutaan masyarakat Bali. Lebian munyi ini tidak sama dengan banyak bacot,” jelas Niluh.
Kata Niluh, ‘bacot’ artinya banyak cocot (Bahasa Jawa: mulut) yang dianggap sangat kasar olehnya. Sedangkan, ‘munyi’ dalam Bahasa Bali, kata dia, artinya bunyi atau suara dan lumrah dipakai mendeskripsikan suara atau bunyi makhluk hidup maupun benda.
“Eh ada bunyi pulpen jatuh. Munyi itu suara, bunyi. Lebian (kebanyakan) munyi bukan banyak bacot. Kemudian melebar, saya yang dibilang banyak bacot, bahasa kami dibilang kampungan,” ungkap Niluh.
Lanjut Niluh, lebian munyi ini sudah sangat lumrah didengar orang Bali. Kata dia, orang Bali dalam arti bukan suku Bali saja, tetapi orang dari berbagai latar belakang suku bangsa yang tinggal dan besar di Bali seharusnya memahami sedikit banyak istilah Bahasa Bali. *rat