Prof Lanang Perbawa Dorong e-Voting dalam Pemilu

1 day ago 3
ARTICLE AD BOX
Salah satu yang dikukuhkan adalah Prof Dr I Ketut Sukawati Lanang Putra Perbawa SH MH, sebagai Guru Besar Tetap Bidang Hukum Pemilu. 

Atas pengukuhan ini Dekan Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati ini menyampaikan rasa terima kasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung prosesnya hingga mencapai gelar guru besar. "Pertama-tama saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang sudah membantu saya dalam proses ini, terutama rektorat dan jajaran, Ketua Yayasan, Kepala LLDikti Wilayah VIII Bali-NTB, Ketua Yayasan PR Saraswasti Pusat Denpasar, teman-teman Fakultas Hukum, serta seluruh dosen. Semoga guru besar saya yang pertama kali ini untuk bidang hukum pemilu di Indonesia maupun di Bali dapat membantu persoalan-persoalan pemilu atau masalah pemilu ke depan," ujarnya.

Dalam orasi ilmiahnya yang berjudul ‘Kedaulatan Rakyat dan Pemilu Antara Legitimasi dengan Digitalisasi,’ Prof Lanang menyoroti tantangan dalam sistem pemilu saat ini, salah satunya terkait masalah biaya yang tinggi serta potensi kecurangan seperti politik uang. Atas permasalahan ini, ia mengusulkan penggunaan sistem e-voting sebagai solusi untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam pemilu.

"Melihat perkembangan zaman ke depan, pemilu yang dianggap mahal dapat menimbulkan persoalan banyak, adanya kecurangan, adanya money politics, dan sebagainya. Salah satu usulan yang kita lakukan adalah dengan e-voting, karena dengan e-voting ini kita memungkinkan mengurangi persoalan biaya yang mahal, persoalan kecurangan, kemudian persoalan-persoalan yang menghambat dalam proses-proses itu," ujar Prof Lanang Perbawa ditemui usai acara pengukuhan.

Lebih jauh, Prof Lanang menjelaskan Pemilu di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan sejak era kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru, hingga Reformasi. Perubahan tersebut meliputi konstitusi, sistem pemerintahan, lembaga negara, serta regulasi penyelenggaraan pemilu. Salah satu dinamika pemilu saat ini adalah perdebatan mengenai ambang batas parlemen (parliamentary threshold), sistem pemilihan langsung dan tidak langsung, serta mekanisme pemilihan kepala daerah.

Terkait pemilihan kepala daerah (Pilkada), Prof Lanang Perbawa menyinggung ketentuan dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan ‘Gubernur, Bupati, walikota masing masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih scara demokratis.’ Menurutnya, pasal tersebut masih bersifat open legal policy, sehingga dapat diintepretasikan dalam dua cara, yakni pemilihan langsung oleh rakyat atau melalui DPRD. Isu ini kerap menjadi perdebatan panjang di tingkat kebijakan dan berpotensi menimbulkan sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK).

Lebih lanjut juga, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 147/PUU-VII/2009 telah memperbolehkan penggunaan e-voting, asalkan memenuhi sejumlah syarat, seperti tetap menjaga asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (luber-jurdil). "Yang menjadi persoalan inti adalah security (keamanan) siber, itu yang menjadi persoalan. Bila negara mampu menciptakan ini, saya rasa kemungkinan pemilu akan menjadi lebih murah, lebih praktis, dan masyarakat lebih bergembira, tidak harus ditekan, tidak harus datang ke TPS, tapi di mana pun dia bisa memilih dengan cara melalui internet," jelas kademisi kelahiran Singaraja 11 Juli 1974 ini.

Prof Lanang Perbawa menekankan seiring dengan perkembangan teknologi dalam era Society 5.0, digitalisasi dalam pemilu menjadi keniscayaan. Negara-negara seperti India, Brasil, dan Estonia telah menerapkan sistem e-voting dengan berbagai model. Jika Indonesia ingin mengadopsi sistem serupa, maka kesiapan teknologi, infrastruktur, sumber daya manusia, serta keamanan siber harus menjadi prioritas.

“Apakah mungkin e-voting ini ke depan bisa direalisasikan di Indonesia? Saya pikir mungkin, karena dengan masyarakat generasi muda yang menginginkan digitalisasi dan peralatan-peralatan itu sudah sangat canggih di Indonesia, tinggal bagaimana negara mengguide, membuat cyber security itu," kata Ketua KPU Provinsi Bali periode 2008-2013 ini.

Menurutnya, digitalisasi dalam pemilu dapat memberikan berbagai manfaat, seperti efisiensi biaya dan waktu, meningkatkan partisipasi pemilih, serta meminimalkan kesalahan manusia dalam penghitungan suara. Namun, tantangan utama seperti serangan siber, perlindungan data pemilih, dan potensi kecurangan digital juga harus diantisipasi dengan sistem keamanan yang kuat.

“Itu sudah kita lakukan misalnya di sistem perbankan, uang kita aman. Meskipun ada kemungkinan risiko seperti fraud, mungkin 10 persen ke bawah atau 5 persen ke bawah, saya pikir itu suatu yang lumrah. Tapi secara keseluruhan kan itu aman, nah mudah-mudahan cyber security di dunia digital finance bisa juga berlaku di dunia Pemilu yang kemungkinan ke depan masyarakat, anak-anak muda sangat menginginkan dan mendambakan itu,” tandasnya

Ia mencontohkan negara-negara seperti Belgia dan Belanda telah menggunakan sistem ‘smart card’ dan ‘touch-screen computer’ dalam pemilu mereka. Menurut berbagai penelitian, aspek akurasi dan kecepatan menjadi pertimbangan utama dalam penerapan e-voting. Dengan karakteristik Indonesia sebagai negara kepulauan, sistem ini dinilai dapat menghemat waktu dan biaya dibandingkan pemilu konvensional.

Salah satu keuntungan utama dari e-voting adalah mengurangi pelanggaran pemilu, seperti pemilih ganda, politik uang, dan penyalahgunaan surat suara. "Di Brazil, juru bicara Komisi Pemilihan Umum berpendapat sistem e-voting menghasilkan '100 persen bebas penipuan'. Selain itu, Komisi Pemilihan India juga menyatakan sistem e-voting memerangi masalah kecurangan pemilu India, seperti menambah polling di tempat pemungutan suara atau mencuri kotak suara," ungkapnya. Dalam konteks Indonesia, penerapan e-voting dinilai relevan mengingat dominasi pemilih dari generasi muda yang akrab dengan teknologi. 

"Melihat komposisi pemilih yang hampir 65 persen anak muda di bawah 40 tahun, penggunaan e-voting sangatlah mungkin dilaksanakan dan mendapat dukungan anak muda," kata guru besar yang dikenal sering ngayah menari topeng ini. Ia menegaskan jika e-voting diterapkan dengan sistem keamanan yang kuat, maka Indonesia dapat menikmati manfaatnya dalam bentuk pemilu yang lebih efisien, transparan, dan bebas dari intervensi politik uang. Digitalisasi tidak hanya memudahkan proses pemilihan, tetapi juga menjamin integritas demokrasi di Indonesia. 7 t
Read Entire Article