Sawah Bali Terancam Punah, Nyoman Parta Usul Evaluasi Perda Ketinggian Bangunan

19 hours ago 4
ARTICLE AD BOX
“Sebagai bahan diskusi kita, mungkin suatu saat Perda tentang pembatasan tinggi bangunan yang hari ini juga ditabrak di mana-mana sudah saatnya dievaluasi,” ujar Parta.

Hal tersebut disampaikannya ketika menjadi pembicara dalam seminar Rumah Kebangsaan dan Kebhinnekaan (Kakek) Festival di Penatih, Denpasar, Kamis (29/5/2025).

Usulan tersebut bukannya tanpa alasan. Sebab, Parta khawatir melihat laju alih fungsi lahan pertanian di Bali yang mencapai 1.500-2.000 hektare setiap tahun menurut data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI).

Politisi asal Desa Guwang, Sukawati, Gianyar ini menilai salah satu penyebabnya adalah pembatasan tinggi bangunan. Aturan tersebut membuat pengembang membangun ke samping dan memakan banyak lahan untuk membangun gedung kapasitas tertentu.

“Orang yang seharusnya 200 kamar itu butuh 50 are, karena tidak boleh tinggi, akhirnya harus mengambil empat hektare,” jelas Parta.

Aturan batas ketinggian bangunan ini tertuang pada Perda Bali Nomor 2 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2023-2043. Perda ini membatasi tinggi bangunan maksimal 15 meter dengan alasan keselamatan penerbangan, kesakralan tempat suci, kenyamanan, dan keunikan lanskap Pulau Dewata.

“Itu hanya di tempat-tempat tertentu boleh lebih tinggi. Tetapi, tidak di semua tempat, jangan sampai seperti Jakarta. Kasihan pura kita jauh di bawah,” kata Parta, mempertegas batasan ruang lingkup di mana kelonggaran tinggi bangunan tersebut dimungkinkan.

Menurut Parta, bagaimana pun lanskap Pulau Dewata memang kecantikannya dari arsitektur Bali yang secara tradisional hanya satu lantai. Namun, dengan radikalnya industri pariwisata menyerobot lahan, aturan ketinggian bangunan tersebut perlu dievaluasi untuk dikecualikan di tempat-tempat tertentu.

Selain soal mengerem alih fungsi lahan, evaluasi aturan batas tinggi bangunan juga untuk menyelamatkan orang Bali dari krisis agraria. Sebab, harga tanah leluhur mereka sendiri sudah terlampau tinggi dan sukar dibeli oleh warga Bali sendiri karena pariwisata dan lahan yang semakin menipis menyundul harga real estat. *rat
Read Entire Article