3,2 GW PLTU Beroperasi Tahun Ini, ESDM Tegaskan Batu Bara Masih Dibutuhkan

1 day ago 4
ARTICLE AD BOX
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Jisman P. Hutajulu, menyampaikan bahwa kapasitas tersebut merupakan akumulasi dari berbagai proyek PLTU yang tersebar di berbagai wilayah dan berada di bawah kontrak dengan skema beragam.

“Sebagian besar yang batu bara ini sudah COD di 2025 ini sekitar 3,2 GW,” ujar Jisman dalam acara Diseminasi Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) di Kantor Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Jakarta, Senin (2/6/2025).

Ia menjelaskan bahwa PLTU yang beroperasi tahun ini tidak berasal dari satu proyek tunggal, melainkan dari kombinasi antara proyek milik PLN dan pembangkit swasta atau independent power producer (IPP). Karena ragam skema kontrak tersebut, Jisman tidak merinci durasi operasi masing-masing pembangkit.

Sementara itu, sisa kapasitas sebesar 3,1 GW lainnya tengah berada dalam tahap konstruksi. Seluruh target 6,3 GW PLTU batu bara tersebut tercantum dalam RUPTL PLN 2025–2034 sebagai kelanjutan dari rencana sebelumnya.

Jisman menekankan bahwa penggunaan batu bara masih relevan bagi Indonesia. “PLTU batu bara ini bukan barang haram. Batu bara banyak dihasilkan Indonesia,” tegasnya. Namun ia mengingatkan pentingnya pengelolaan emisi demi meminimalkan dampak lingkungan terhadap masyarakat dan global.

Senada dengan itu, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sebelumnya juga menyampaikan bahwa pembangunan PLTU masih diperlukan karena keterbatasan pasokan energi baru dan terbarukan (EBT), khususnya dari pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang bergantung pada intensitas cahaya matahari.

“Energi baru terbarukan kita ini, kalau pada siang hari kan dia menyerap. Begitu sore hari, malam hari, udah enggak. Maka, harus ada batu bara,” jelas Bahlil, Senin (26/5).

Ia menambahkan bahwa meskipun sejumlah negara gencar mengembangkan EBT, mereka tetap meminta pasokan batu bara dari Indonesia. Kondisi tersebut menjadi pertimbangan pemerintah untuk tetap mengandalkan batu bara dalam transisi energi.

Dalam RUPTL 2025–2034, pemerintah menetapkan target penambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 69,5 GW. Dari angka itu, 61 persen atau 42,6 GW bersumber dari EBT, 15 persen atau 10,3 GW dari sistem penyimpanan (storage), dan 24 persen sisanya berasal dari pembangkit berbasis energi fosil, yakni gas sebesar 10,3 GW dan batu bara 6,3 GW.

Dengan demikian, batu bara masih memiliki peran signifikan dalam bauran energi nasional setidaknya hingga satu dekade mendatang. Pemerintah pun menegaskan bahwa arah pembangunan tetap menuju transisi energi yang lebih bersih, dengan tetap memperhatikan ketahanan energi nasional. *ant

Read Entire Article